Apr 24, 2014

Seribu Seratus Sebelas




Seribu seratus sebelas jam aku menunggu disini, menunggu satu cintaku yang entah kemana dirinya pergi meninggalkanku kesana, ke planet merah. Planet Mars. Jarak cintaku dengannya seribu bintang yang jauh disana, tapi entah kenapa hanya dirinya yang aku tunggu, satu cintaku. Bumi terlihat lebih pekat dan lebih kelam dari biasanya, sejak bencana besar yang terjadi tahun 2012 dimana sang surya mengeluarkan energi yang sangat dasyat yang hampir melenyapkan seluruh permukaan atmosfir bumi. Entah mengapa sejak saat itu aku melihat langit kian redup, malam bertambah panjang, seakan bumi diselimuti kegelapan selama-lamanya sudah lama aku tidak merasakan hangat dan lembutnya sentuhan sang surya. Butiran putih yang membawa perasaan dingin membeku mulai berjatuhan dari langit, membuat keadaan semakin sendu. Hawa dingin yang aku rasakan masuk sampai kesetiap tulang yang ada di tubuhku menembus kulit dan daging merasuk kedalam hatiku. Sesaat pemandangan ini membawa keindahan tersendiri bagiku, melihat putihnya salju seperti melihat manusia yang baru lahir dimuka bumi. Putih, putih tidak ada dosa. Setelah bencana besar terjadi bumi menjadi tidak bersahabat. Tak banyak yang tersisa dari planet ini. Namun aku dan kekasihku tidak menyerah, sebelum keberangkatannya ke mars, kami menanam sebuah pohon kecil diatas sebuah bukit. Jika rindu ini sedang menerpa hanya di bukit kecil itulah aku merasa dekat dengannya. Lembaran hijau yang biasa memenuhi bumi sudah tidak nampak lagi. Nyanyian-nyanyian alam sudah tak dapat didengar lagi, bumi sepi seperti tidak ada yang menemaninya lagi. Mungkin ia menunggu manusia tersadar. Tersadar akan kesombongan hati yang tiada habisnya. Dan kepuasan hati yang tidak dapat terbendung, tidak bersyukur dan meminta lebih, lagi dan lagi tak ada habisnya. Kami, para anak dari Adam dan Hawa yang masih bisa bertahan di dunia ini membuat sebuah rencana yang nekat. Ya betul tergolong nekat karena mereka mengumpulkan seluruh sumber daya yang tersisa dan teknologi yang masih bisa terselamatkan, membangun sebuah pesawat luar angkasa yang besar sangat besar. Namun tidak memadai sumber daya dan teknologi yang ada, pesawat ini tidak cukup besar untuk menampung seluruh manusia yang tersisa. Hanya sepersepuluh manusia yang tersisa dari total penduduk bumi. Namun pesawat ini hanya bisa mengangkut seperempat dari manusia yang tersisa.
            Suatu malam, langit cerah bintang bintang tidak malu menampakan dirinya, namun ada yang kurang jika melihat langit malam sekarang. Dulu, ketika kau melihat keatas senyuman bulan menyapa dirimu, sekarang senyuman itu telah sirna hanya terdapat kesedihan di langit, hampa bintang di langit kehilangan sahabatnya, dewi bulan telah tiada. Besok, orang orang yang terpilih yang akan berangkat ke planet merah. Ya benar, karena kapasitas tidak mencukupi hanya orang yang terpilihlah yang bisa mendapatkan kehormatan melanjutkan eksistensi umat manusia di alam semesta. Tentunya para petinggi negara, para jutawan dan orang-orang pintar yang mendapatkan kursi pertama di kapal itu. Sisanya, para ilmuwan mengambil semua sample darah dari setiap manusia dan memilihnya berdasarkan gen yang terbaik. Sehingga nantinya manusia yang akan lahir memiliki gen yang sempurna. Bisa dibilang aku tidak seberuntung kekasihku , Lena. Aku tidak termasuk kedalam gen yang sempurna sedangkan Lena memiliki gen yang sangat baik. Aku dan Lena harus berpisah, dan besok tepat pada tengah hari, aku dan dia harus berpisah selamanya. Kadangkala aku merasa Tuhan tidak adil, mengapa aku harus berpisah dengan dirinya? Mengapa pria dan wanita yang sudah lanjut usia harus ditinggalkan disini? Mengapa anak kecil yang seharusnya menikmati masa kecilnya dengan bermain harus mengalami hal yang mengerikan seperti ini? Mengapa engkau tidak melenyapkan ciptaanmu ini T uhan? Hal seperti itu sangat mudah Engkau lakukan bukan? Engkau hanya menyisakan kami tempat tandus yang sudah tidak bernyawa. Namun, aku percaya Tuhan itu adil. Disetiap tindakannya pasti ada hikmah yang dapat kita ambil. Mungkin Engkau ingin bertemu kami yang ditinggalkan disin, Engkau akan memeluk kami dan memberikan kasih sayang pada kami. Bertemu lebih cepat dengan diriMu menjadi sebuah prestis bagiku. Mungkin yang lain tidak menganggapnya seperti itu. Aku mencium kening Lena, sangat lembut kucium keningnya. Kupegang erat tangannya, kulitnya sangat halus, bagiku tangannya lebih halus dari seluruh salju yang menyelimuti permukaan bumi. Dan cintanya yang aku dapat rasakan menjadi kehangatan tersendiri yang menghangatkan tubuhku di tempat ini.
            Aku berdiri di depan pagar yang sangat tinggi terbuat dari beton yang sangat tebal. Mungkin seribu dinamitpun tak akan bisa meledakannya. Aku hanya dapat melihat kekasihku perlahan hilang di telan pesawat itu, Para orang-orang yang terpilih satu persatu memasuki pesawat tersebut, seluruh karya-karya seni yang tersisa satu persatu mulai dimasukkan, setiap buku dan setiap hal yang diciptakan manusia, buah dari pohon pemikiran dan sari dari imajinasi. Bahkan sebuah buku karangan seorang yang tidak terkenal dan buku hasil cetakannya tidak di beli oleh orang banyak pun menjadi harta yang sangat bergharga sekarang. Karena itu adalah salah satu buah pemikiran umat manusia yang sedang sekarat. Untuk terakhir kalinya aku melihat wajah Lena dari kejauhan. Saat pesawat akan diluncurkan aku lebih baik melihatnya dari bukit kecil tempat aku dan Lena menanam pohon kecil kami. Pohon kecil itu menjadi harapan kami, harapan aku dan Lena satu –satunya, harapan terakhir. Dai kejauhan aku melihat kepulan asap yang membentang tinggi keangkasa berwarna abu abu kehitaman makin lama makin menanjak menuju puncak angkasa raya. Dari ribuan tahun peradaban yang pernah berdiri dimuka bumi, hanya tersisa segelintir anak-anak dari Adam dan Hawa yang akan hijrah ke planet lain. Kami yang ditinggalkan di Bumi hanya bisa menunggu ajal kami, jika aku melihat malaikat maut datang menghampiriku, aku akan tersenyum kepadanya dan aku akan memeluknya dengan erat karena aku tahu, dia adalah penjemputku untuk segera bertemu dengan Tuhan. Semua sumber daya yang ada sudah dialihkan untuk proyek terakhir. Proyek penyelamatan peradaban manusia. Tepat sudah Seribu seratus sebelas jam aku menunggu dibukit ini. Berharap Tuhan menurunkan keajaibannya dan mengembalikan semuanya, atau berharap ini semua hanya mimpi dan aku akan terbangun sebentar lagi. Aku tidak bisa merasakan apapun seluruh badanku membeku, darahku berhenti, dan aku menggunakan kekuatan terakhirku untuk menulis surat ini. Berharap akan ada orang yang membacanya dan mengetahui kisahku, Lena kekasihku dan pohon kecilku yang aku dan Lena tanam tepat disebelah jasadku berada. Pohon yang menjadi harapan terakhir kami, pohon KITA.


SELESAI

No comments:

Post a Comment