TEMPE, makanan sederhana dari olahan kacang kedelai,
sangat lekat dengan kehidupan sebagian masyarakat Indonesia. Hak patennya
justru dimiliki oleh Jepang.
"Tempe bukan punya Indonesia, tapi sudah
dipatenkan oleh Jepang," kata Vindex Tengker, Executive Chef Hotel
Dharmawangsa, kepada Okezone di Jakarta, belum lama ini. Menurutnya,
dipatenkannya tempe oleh Negeri Sakura itu menandakan ketidakpedulian Indonesia
terhadap khasanah kulinernya.
Meski demikian, tambahnya, Indonesia beruntung
karena masih memiliki tempe yang khas dengan pembungkus daun pisang. Pasalnya,
tempe yang dipatenkan Jepang adalah dalam kemasan plastik.
Menurut Presiden Association of Professional
Culinary (ACP) ini, Jepang mematenkan tempe karena negara maju tersebut bisa
mengolah tahu dan soya, yang bahan dasarnya adalah kacang kedelai. Jepang
kemudian mendaftarkannya ke Komisi Intelectual Property Rights.
"Dengan dimulainya gerakan kepedulian terhadap
kuliner Indonesia, jangan lagi ada kuliner Indonesia yang diambil oleh negara
lain," lugasnya salah seorang. (ftr)
Menurut saya jika tempe sudah terlanjur dipatenkan
oleh negara lain, yang terjadi adalah akan memberikan dampak bagi pengusaha
tempe baik kecil menengah maupun besar dalam memproduksi berbagai jenis olahan
tempe tersebut. Terutama ketika akan memproduksi olahan tempe yang kebetulan
sama. Tentu hal tersebut akan menjadi sebuah keterbatasan bagi para pengusaha yang
akan memproduksinya.
Sekilas kita perlu melihat juga tentang birokrasi
yang ada di negara kita terhadap kreatifitas kecil. Jenis kuliner berbahan
dasar tempe tersebut misalnya, jika memang pemerintah memperhatikan kreativitas
dalam produksi tempe, tidak mungkin sampai sejauh ini hak paten tempe telah
dimiliki oleh negara lain. Dari hal tersebut kita bisa menilai bagaimana
pemerintah kita dalam mengayomi kreativitas lokal terutama dalam produksi
tempe. Mungkin memang benar bisa jadi diluar sepengetahuan saya pemerintah
sudah mengajukan hak paten tentang tempe, tapi nyatanya bisa jadi masih hanya
sebatas pengajuan, belum lagi menunggu-nunggu proses yang lama dan
lamban.
Saya juga belum bisa membayangkan apa yang aka
terjadi jika hak paten tempe yang sudah dimiliki negara lain tersebut berlaku
diperdagangan internasional. Mungkin keterbatasan dalam pengolahan tempe akan
benar-benar terjadi. Bagaimana tidak, jika itu terjadi maka akan memberikan
dampak yang kurang menguntungkan bagi pengusaha pengolah tempe. Baik meliputi
pedagang kecil maupun besar. Belum lagi harus meminta iin karena hak paten
tersebut. Tentu ini sangat tidak menguntungkan.
Mungkin ini semua akan menjadi pembelajaran bagi
kita semua terutama para petinggi negara. Menjaga aset bangsa meski dalam
bidang kuliner sekalipun merupakan hal yang sangat wajib dilakukan. Kita harus
bisa melihat sejauh mana segmentasi pasar terhadap tempe tersebut jika diolah
dengan baik. Terutama jika sudah di hak patenkan oleh negara sendiri. Tentu ini
tidak hanya berlaku bagi tempe saja, tapi untuk jenis kuliner lainnya.
Sumber tambahan artikel :
http://meginugrahawa.blogspot.com/