Seribu
seratus sebelas jam aku menunggu disini, menunggu satu cintaku yang entah
kemana dirinya pergi meninggalkanku kesana, ke planet merah. Planet Mars. Jarak
cintaku dengannya seribu bintang yang jauh disana, tapi entah kenapa hanya
dirinya yang aku tunggu, satu cintaku. Bumi terlihat lebih pekat dan lebih
kelam dari biasanya, sejak bencana besar yang terjadi tahun 2012 dimana sang
surya mengeluarkan energi yang sangat dasyat yang hampir melenyapkan seluruh
permukaan atmosfir bumi. Entah mengapa sejak saat itu aku melihat langit kian
redup, malam bertambah panjang, seakan bumi diselimuti kegelapan selama-lamanya
sudah lama aku tidak merasakan hangat dan lembutnya sentuhan sang surya.
Butiran putih yang membawa perasaan dingin membeku mulai berjatuhan dari
langit, membuat keadaan semakin sendu. Hawa dingin yang aku rasakan masuk
sampai kesetiap tulang yang ada di tubuhku menembus kulit dan daging merasuk
kedalam hatiku. Sesaat pemandangan ini membawa keindahan tersendiri bagiku,
melihat putihnya salju seperti melihat manusia yang baru lahir dimuka bumi.
Putih, putih tidak ada dosa. Setelah bencana besar terjadi bumi menjadi tidak bersahabat.
Tak banyak yang tersisa dari planet ini. Namun aku dan kekasihku tidak menyerah,
sebelum keberangkatannya ke mars, kami menanam sebuah pohon kecil diatas sebuah
bukit. Jika rindu ini sedang menerpa hanya di bukit kecil itulah aku merasa
dekat dengannya. Lembaran hijau yang biasa memenuhi bumi sudah tidak nampak
lagi. Nyanyian-nyanyian alam sudah tak dapat didengar lagi, bumi sepi seperti
tidak ada yang menemaninya lagi. Mungkin ia menunggu manusia tersadar. Tersadar
akan kesombongan hati yang tiada habisnya. Dan kepuasan hati yang tidak dapat
terbendung, tidak bersyukur dan meminta lebih, lagi dan lagi tak ada habisnya.
Kami, para anak dari Adam dan Hawa yang masih bisa bertahan di dunia ini
membuat sebuah rencana yang nekat. Ya betul tergolong nekat karena mereka
mengumpulkan seluruh sumber daya yang tersisa dan teknologi yang masih bisa
terselamatkan, membangun sebuah pesawat luar angkasa yang besar sangat besar.
Namun tidak memadai sumber daya dan teknologi yang ada, pesawat ini tidak cukup
besar untuk menampung seluruh manusia yang tersisa. Hanya sepersepuluh manusia
yang tersisa dari total penduduk bumi. Namun pesawat ini hanya bisa mengangkut
seperempat dari manusia yang tersisa.
Suatu malam, langit cerah bintang bintang tidak malu
menampakan dirinya, namun ada yang kurang jika melihat langit malam sekarang.
Dulu, ketika kau melihat keatas senyuman bulan menyapa dirimu, sekarang
senyuman itu telah sirna hanya terdapat kesedihan di langit, hampa bintang di
langit kehilangan sahabatnya, dewi bulan telah tiada. Besok, orang orang yang
terpilih yang akan berangkat ke planet merah. Ya benar, karena kapasitas tidak
mencukupi hanya orang yang terpilihlah yang bisa mendapatkan kehormatan
melanjutkan eksistensi umat manusia di alam semesta. Tentunya para petinggi
negara, para jutawan dan orang-orang pintar yang mendapatkan kursi pertama di
kapal itu. Sisanya, para ilmuwan mengambil semua sample darah dari setiap
manusia dan memilihnya berdasarkan gen yang terbaik. Sehingga nantinya manusia
yang akan lahir memiliki gen yang sempurna. Bisa dibilang aku tidak seberuntung
kekasihku , Lena. Aku tidak termasuk kedalam gen yang sempurna sedangkan Lena
memiliki gen yang sangat baik. Aku dan Lena harus berpisah, dan besok tepat
pada tengah hari, aku dan dia harus berpisah selamanya. Kadangkala aku merasa
Tuhan tidak adil, mengapa aku harus berpisah dengan dirinya? Mengapa pria dan
wanita yang sudah lanjut usia harus ditinggalkan disini? Mengapa anak kecil
yang seharusnya menikmati masa kecilnya dengan bermain harus mengalami hal yang
mengerikan seperti ini? Mengapa engkau tidak melenyapkan ciptaanmu ini T uhan?
Hal seperti itu sangat mudah Engkau lakukan bukan? Engkau hanya menyisakan kami
tempat tandus yang sudah tidak bernyawa. Namun, aku percaya Tuhan itu adil.
Disetiap tindakannya pasti ada hikmah yang dapat kita ambil. Mungkin Engkau
ingin bertemu kami yang ditinggalkan disin, Engkau akan memeluk kami dan
memberikan kasih sayang pada kami. Bertemu lebih cepat dengan diriMu menjadi
sebuah prestis bagiku. Mungkin yang lain tidak menganggapnya seperti itu. Aku
mencium kening Lena, sangat lembut kucium keningnya. Kupegang erat tangannya,
kulitnya sangat halus, bagiku tangannya lebih halus dari seluruh salju yang
menyelimuti permukaan bumi. Dan cintanya yang aku dapat rasakan menjadi
kehangatan tersendiri yang menghangatkan tubuhku di tempat ini.
Aku
berdiri di depan pagar yang sangat tinggi terbuat dari beton yang sangat tebal.
Mungkin seribu dinamitpun tak akan bisa meledakannya. Aku hanya dapat melihat
kekasihku perlahan hilang di telan pesawat itu, Para orang-orang yang terpilih
satu persatu memasuki pesawat tersebut, seluruh karya-karya seni yang tersisa
satu persatu mulai dimasukkan, setiap buku dan setiap hal yang diciptakan
manusia, buah dari pohon pemikiran dan sari dari imajinasi. Bahkan sebuah buku
karangan seorang yang tidak terkenal dan buku hasil cetakannya tidak di beli
oleh orang banyak pun menjadi harta yang sangat bergharga sekarang. Karena itu
adalah salah satu buah pemikiran umat manusia yang sedang sekarat. Untuk terakhir
kalinya aku melihat wajah Lena dari kejauhan. Saat pesawat akan diluncurkan aku
lebih baik melihatnya dari bukit kecil tempat aku dan Lena menanam pohon kecil
kami. Pohon kecil itu menjadi harapan kami, harapan aku dan Lena satu –satunya,
harapan terakhir. Dai kejauhan aku melihat kepulan asap yang membentang tinggi
keangkasa berwarna abu abu kehitaman makin lama makin menanjak menuju puncak
angkasa raya. Dari ribuan tahun peradaban yang pernah berdiri dimuka bumi,
hanya tersisa segelintir anak-anak dari Adam dan Hawa yang akan hijrah ke
planet lain. Kami yang ditinggalkan di Bumi hanya bisa menunggu ajal kami, jika
aku melihat malaikat maut datang menghampiriku, aku akan tersenyum kepadanya
dan aku akan memeluknya dengan erat karena aku tahu, dia adalah penjemputku
untuk segera bertemu dengan Tuhan. Semua sumber daya yang ada sudah dialihkan
untuk proyek terakhir. Proyek penyelamatan peradaban manusia. Tepat sudah Seribu
seratus sebelas jam aku menunggu dibukit ini. Berharap Tuhan menurunkan
keajaibannya dan mengembalikan semuanya, atau berharap ini semua hanya mimpi
dan aku akan terbangun sebentar lagi. Aku tidak bisa merasakan apapun seluruh
badanku membeku, darahku berhenti, dan aku menggunakan kekuatan terakhirku
untuk menulis surat ini. Berharap akan ada orang yang membacanya dan mengetahui
kisahku, Lena kekasihku dan pohon kecilku yang aku dan Lena tanam tepat
disebelah jasadku berada. Pohon yang menjadi harapan terakhir kami, pohon KITA.
SELESAI